AKAN KEMANA SETELAH S1
Susilowati Tannadi
Manager Yap Hostel Medan Sumatera Utara
Dewi Handayani Harahap
Siapapun
yang lulus S1 pasti akan mendapat gelar sarjana. Setelah mendapat gelar sarjana
itu bukan akhir dari perjalanan panjang setelah beberapa tahun kuliah namun
merupakan tahapan awal dalam dunia sesungguhnya, yaitu dunia kerja. Pemegang
gelar sarjana pasti akan dihadapkan pada pilihan, mau melakukan apa setelah
ini, hal ini bila dibiarkan dalam posisi “empty” terlalu lama maka bisa
menyebabkan masalah-masalah baru secara personal pada orang yang bersangkutan.
Pilihan-pilihan
yang biasanya harus dihadapi oleh para lulusan “fresh graduate” ini ialah
bekerja, melanjutkan S2 atau tidak melakukan apapun “do nothing”, biasa juga
disebut pengangguran. Pastinya tidak ada seorangpun yang ingin memilih untuk menjadi
pengangguran. Kebanyakan orang akan memilih untuk bekerja setelah lulus S1
karena terjebak pandangan umum di masyarakat bahwa setelah lulus kuliah tahap
selanjutnya adalah bekerja. Parahnya lagi persepsi di masyarakat bahwa yang
namanya “bekerja” adalah duduk dibelakang meja, dan bekerja di kantoran.
Hal ini
membuat para lulusan tersebut terpatok dengan pola pikir seperti itu, sehingga
begitu lulus hal yang pertama dilakukan menyebar surat lamaran
sebanyak-banyaknya ke berbagai perusahaan. Mind set para lulusan ini adalah
bagaimana caranya bisa diterima bekerja pada suatu perusahaan tertentu, bukan
bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan.
Padahal fenomena
yang terjadi sekarang ini adalah kenyataan bahwa lulusan S1 mempunyai jumlah
yang sangat banyak sedangkan kapasitas penerimaan kerja sedikit. Bila semua
lulusan tersebut berlomba-lomba dengan cara masukin lamaran ke berbagai
perusahaan tersebut maka peluang setiap orang untuk diterima otomatis menjadi
kecil. Apalagi modal para pencari kerja tersebut hanyalah mengandalkan ijazah
S1 yang dimiliki tanpa modal pengalaman apapun dalam bekerja maka bisa
dipastikan peluang untuk ditolak diberbagai perusahaan akan sering terjadi.
Asumsi
selama ini yang selalu mengatakan bahwa nilai akademis yang baik, atau IPK yang
tinggi dapat menjamin mendapat pekerjaan itu tidak dapat dijadikan pegangan
sepenuhnya. Nilai akademis atau IPK yang tinggi tidak dapat menjamin seseorang bisa
langsung diterima bekerja, hal itu hanya menjadi syarat dalam melamar
pekerjaan, selebihnya adalah potensi dan performance pelamar yang dijadikan
landasan oleh perusahaan. Hal yang sudah teruji dalam dunia bekerja bahwa
pelamar yang mampu survive/bertahan adalah orang-orang yang dulunya terlibat
dalam organisasi, baik organisasi umum maupun organisasi kemahasiswaan.
Menurut
Walgito (1999), kemampuan seseorang dalam bersosialisasi, atau berinteraksi
dengan orang lain dapat membantu meningkatkan kinerja. Hal ini membuktikan
bahwa orang yang mendapat kesempatan lebih banyak untuk terlibat dalam ruang
sosialisasi akan lebih siap dalam menghadapi berbagai macam tipe orang maka
akan lebih siap secara mental dalam dunia kerja sehingga mampu meningkatkan
kinerja. Mencermati hal ini maka
kebutuhan untuk dapat bekerja dengan baik bukanlah semata-mata nilai akademis
saja, atau kecerdasan secara inteligensi saja, namun lebih kepada kemampuan
yang lebih kompleks meliputi inteligensi, kepribadian dan sikap kerja (Spencer,
1993). Inteligensi bisa didapatkan lewat belajar melalui pendidikan formal dan
non formal, kepribadian bisa didapatkan melalui pembentukan karakter yang bisa
dibentuk lewat kebiasaan-kebiasaan sehari-hari, sedangkan sikap kerja bisa
didapatkan lewat aktualisasi diri pada kesempatan-kesempatan sosial dalam
berbagai organisasi.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah terbesar setelah
lulus s1 adalah kebingungan “akan kemana”, yang biasanya pencari kerja tersebut
hanya berpikir untuk mencari pekerjaan dengan mengandalkan ijazah s1. Mindset
ini yang pelan-pelan harus dirubah bila lulusan tersebut ingin mendapatkan
pekerjaan adalah dengan cara membekali diri dengan berbagai kompetensi yang
dibutuhkan oleh perusahaan yaitu inteligensi, kepribadian dan sikap kerja
sehinga bukan lagi mencari pekerjaan tetapi dicari oleh pekerjaan.
Referensi :
Handayani,
H. 2013. IPK tidak menjamin : http://dewijasmine.blogspot.com
Spencer, L.M., &
Spencer, S. M., 1993. Competencve at Work. Canada : John Willey & Sons,
Inc.
Walgito, B. 1999. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar).
Penerbit ANDI. Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar