Keluarga Tradisonal vs Keluarga Modern

by 23.10 0 komentar

I.KELUARGA TRADISIONAL VS

KELUARGA MODERN

Keluarga Tradisional

Suami atau ayah bertugas sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah untuk keluarga, sedangkan istri atau ibu sebagai pengelola rumah tangga dan pengasuh serta pendidik anak-anak. Berbagai aktivitas dan kesibukan ibu pada awal kehidupan anak menempatkan tokoh ibu jauh lebih penting dibandingkan ayah dalam kehidupan anak. Hal ini menyebabkan pandangan masyarakat pada masa lalu lebih menekankan pentingnya peran ibu dalam perkembangan anak selanjutnya. Akibatnya, para ayah cenderung lebih memusatkan perhatian pada pekerjaannya dan tidak terlibat langsung dalam pengasuhan dan pendidikan anak.

Keluarga Modern

Sekarang timbul kesadaran baru bahwa betapa pentingnya partisipasi seorang ayah dalam membina pertumbuhan fisik dan psikologis anak. Sejak tahun 1970-an para ahli psikologi mulai meneliti secara cermat peranan ayah dalam keluarga yang berkaitan dengan perkembangan anak. Dalam keluarga di mana suami dan istri sama-sama bekerja, pada umumnya terdapat beberapa masalah seputar tentang (1) Penilaian tentang pekerjaan siapa yang menjadi prioritas; (2) Penanganan tugas-tugas pengelolaan rumah tangga; (3) Masalah pengasuhan dan pendidikan anak; serta (4) Masalah pengaturan waktu (untuk kerja dan keluarga).

Contoh Kasus

·Ibu dan Bapak yang bekerja menyebabkan anak kurang perhatian

·Anak diasuh oleh orang tidak tepat

·Kedekatan emosional dan komunikasi tidak terjalin

·Pemberian fasilitas yang tidak tepat dengan tahapan perkembangan anak

Tips dan Trik

·Orangtua harus menjadwalkan waktu khusus bersama anak (waktu yang berkualitas)

·Menyeleksi pemberian sarana, prasarana dan fasilitas kepada anak

·Tentukan figur pendamping yang tepat untuk anak

·Tanyakan hal-hal yang dialami anak setiap harinya

·Tanggung jawab mendidik anak adalah tanggung jawab kedua orangtua bukan hanya salah satu saja

·Mengenalkan anak dengan silsilah keluarga bukan hanya keluarga inti saja.

II.FENOMENA KELUARGA MODERN

Di era modern ini keluarga telah mengalami pergeseran fungsi. Satu masalah keluarga modern adalah mengendurnya ikatan keluarga dan berkurangnya otoritas orangtua. Waktu orang tua habis untuk bekerja, akibatnya makin jauhnya hubungan anak dengan orangtua.

Berkembang mitos bahwa hubungan keluarga yang “jauh” akan melahirkan anak-anak yang kurang kasih sayang dan bimbingan. Keluarga demikian melahirkan pribadi-pribadi anak yang cenderung individual. Mitos tersebut ada benarnya, namun keluarga yang mengalami perpecahan dapat meminimalkan dampak negatif dengan adanya otoritas orangtua terhadap anak-anaknya. Otoritas orangtua ini berkaitan dengan proses pendidikan dan kasih sayang yang sejak kecil. Banyak penelitian menunjukkan kedekatan orangtua dengan anaknya sejak kecil akan memudahkan orangtua dalam membentuk karakter dan moral sang anak.

Proses modernisasi telah mendorong makin banyaknya keluarga inti untuk berpisah dengan orangtuanya. Namun hal ini mengubah orientasi kekeluargaannya, kadang hubungan kekeluargaan dan komunikasi dengan keluarga besar masih tetap terjalin baik.

Fenomena keluarga modern kini juga memperlihatkan berkurangnya peran dan bantuan dari anggota keluarga yang bukan keluarga inti, seperti nenek atau tante dalam proses kehamilan, kelahiran dan pengasuhan anak. Hal ini wajar saja, mengingat keluarga besar yang non inti, biasanya tidak lagi tinggal satu rumah dengan anggota keluarganya yang sudah berumah tangga. Konsekuensinya suami otomatis menjadi partner dan penolong terdekat untuk masa-masa tersebut. Kondisi inilah yang kemudian membuat ayah sangat perlu meningkatkan perannya dalam proses kehamilan, kelahiran hingga pengasuhan si kecil.

Kualitas interaksi anggota keluarga modern saat ini cenderung menurun. Ayah lebih banyak sibuk dengan dunia kerjanya sendiri, begitu juga ibu, serta anak-anak dengan kegiatan belajarnya. Akibatnya, komunikasi antar keluarga menjadi rendah, dan akhirnya mereka asyik dengan dunianya masing-masing. Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan waktu bersama-sama, dan berkomunikasi bersama-sama dalam suasana yang menyenangkan untuk membangkitkan kembali keakraban.

Ada pula kecenderungan bahwa masyarakat modern saat ini lebih bisa menerima fenomena orang tua tunggal (single parent) sebagai hal biasa. Meski begitu, sebaiknya orang dewasa tidak menganggap enteng dampak psikologisnya terhadap anak. Muncul suatu mitos yang menyebutkan bahwa seorang anak yang dibesarkan oleh single parent atau juga diasuh oleh salah satu orangtua saja (umumnya oleh Ibu saja karena Ayah terlalu sibuk bekerja) akan mengalami kecenderungan menyukai sosok yang lebih tua untuk menggantikan figur Ayah atau Ibunya.

Pada hakikatnya, setiap orang berusaha memahami dunianya lewat semacam kerangka rujukan. Anak pun membutuhkannya untuk mengevaluasi situasi baru. Mereka yang “berasal” dari orang tua utuh, memiliki kerangka yang sarat informasi dari kedua orang tuanya. Ketika yang mengasuh hanya salah satu orang tua, maka kerangka rujukannya berubah jadi informasi satu orang tua.

Di sini, ayah atau ibu harus secepatnya memberi arti pada apa yang dia alami. Informasi positif tentang orang tua tunggal sebaiknya diberikan sebelum si anak menarik kesimpulan sendiri. Misalnya, mengajak dia menjenguk panti asuhan atau memberi bantuan kepada anak-anak telantar. Saat ia menyaksikan fakta bahwa begitu banyak anak tidak memiliki orang tua, sampaikan informasi padanya bahwa dia masih beruntung, bahkan semestinya bersyukur lantaran masih punya orang tua.

Pada dasarnya, setiap manusia ingin membuktikan bahwa ia mampu menghadapi setiap persoalan kehidupan. Perasaan mampu ini amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Untuk itu, anjurkan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau bergbung dengan organisasi yang bertujuan positif dan mengandalkan rasa kebersamaan maupun kekeluargaan. Lewat cara ini, anak bisa lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan

Sumber: www.sasak.net, www.inspiredkidsmagazine.com, www.astaga.com, & www.infogue.com

Dewi Handayani

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar